KALTIM – Realnewsid.com — Persidangan keempat kasus penembakan di salah satu tempat hiburan malam (THM) Samarinda kembali menguak fakta mengejutkan. Senjata api yang digunakan pelaku penembakan terhadap seorang pria berinisial DIP ternyata berasal dari seorang oknum anggota Brimob. Fakta ini terungkap dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Samarinda, Rabu (12/11/2025).
Sidang yang berlangsung tegang tersebut sempat ditunda lantaran salah satu saksi kunci, yakni anggota Brimob berinisial D, tak hadir di ruang sidang. Ketidakhadiran saksi itu menjadi perhatian serius dari kuasa hukum keluarga korban, Agus Amri.
“Sidang tadi ditutup karena saksi yang merupakan anggota Brimob pemilik senjata itu tidak datang. Hakim sampai memerintahkan jaksa agar dengan cara apa pun saksi ini harus dihadirkan di sidang berikutnya,” ujar Agus usai sidang, Kamis (13/11/2025).
Menurut Agus, keterangan baru ini menjawab teka-teki yang selama ini menjadi pertanyaan publik: dari mana pelaku mendapatkan senjata hingga berani menembak di tempat umum. Ia menilai penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian sejak awal tampak janggal karena fakta penting tersebut baru muncul di sidang keempat.
“Kita baru tahu dari hakim bahwa senjata itu milik oknum Brimob. Pertanyaannya, kenapa fakta sepenting ini tidak diungkap oleh penyidik sejak awal? Kenapa baru muncul di sidang keempat?” tegasnya.
Agus juga menyoroti kemungkinan adanya unsur kelalaian aparat yang seharusnya turut dimintai pertanggungjawaban. “Kalau benar senjata itu pernah dimiliki anggota Brimob, seharusnya dia juga dimintai pertanggungjawaban. Mau dijual atau dipinjamkan, tetap ada unsur kelalaian yang menyebabkan orang mati. Pasal 359 KUHP bisa diterapkan,” imbuhnya.
Lebih jauh, Agus memperingatkan bahwa kasus ini bisa mencoreng citra aparat penegak hukum jika tidak diselesaikan secara transparan. “Senjata api itu kan bukan mainan. Ini soal kepercayaan publik terhadap aparat. Kalau senjata bisa berpindah tangan seenaknya, masyarakat mana yang merasa aman?” ujarnya dengan nada tegas.
Oknum Brimob Resmi Dipecat
Menanggapi temuan di persidangan tersebut, Kapolresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar membenarkan bahwa senjata api yang digunakan pelaku berasal dari oknum anggota Brimob berinisial D.
“Memang benar, pelaku eksekutor mendapatkan senjata api dari oknum anggota Brimob di Samarinda Seberang berinisial D,” kata Hendri saat dikonfirmasi media.
Hendri menjelaskan bahwa oknum anggota Brimob tersebut telah dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) setelah terbukti menjual senjata api kepada pihak yang tidak berwenang. “Yang bersangkutan sudah dipecat. Ia sempat mengajukan banding, tapi hasilnya tetap menguatkan putusan kode etik,” jelasnya.
Kronologi Perpindahan Senjata
Dari hasil penyelidikan, terungkap bahwa senjata yang digunakan dalam aksi penembakan merupakan senjata pabrikan non-organik Polri maupun TNI. Senjata itu pertama kali dimiliki D pada tahun 2018 ketika bertugas di Jakarta dalam kondisi rusak.
“Senjata itu dibeli D dari orang sipil. Sempat diperbaiki, lalu pada 2022 dijual lagi karena alasan ekonomi kepada salah satu pelaku penembakan berinisial R,” ungkap Hendri.
Ia menegaskan bahwa transaksi antara D dan pelaku murni bersifat pribadi. “Kami pastikan bukan senjata organik. Hubungan antara pelaku dan anggota Brimob itu murni transaksi pribadi, tidak ada hubungan dinas atau kedekatan khusus,” ujarnya.
Kronologi Penembakan
Kasus tragis ini terjadi Minggu (4/5/2025) sekitar pukul 04.00 WITA, di area parkir sebuah tempat hiburan malam di Jalan Imam Bonjol, Samarinda. Korban DIP ditembak empat kali — masing-masing mengenai dada, perut kanan, dan punggung — hingga tewas di tempat.
Pelaku utama IJ berhasil ditangkap beberapa hari kemudian dan kini berstatus sebagai terdakwa. Polisi juga telah menyita barang bukti berupa senjata api dan sejumlah peluru.
Sidang lanjutan perkara ini dijadwalkan digelar kembali pada Rabu (19/11/2025) mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi, termasuk anggota Brimob D yang disebut sebagai pemilik awal senjata api tersebut.
“Kita ingin semua jelas di pengadilan, bukan cuma pelaku lapangan yang dihukum. Kalau benar senjatanya dari tangan aparat, berarti ada kelalaian institusional. Jangan sampai kasus ini berhenti di permukaan,” tutup Agus.
Penulis: Darni| Penyunting: Rawitasari | RealNewsID.com












